Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Ketentuan Biaya Natura Kenikmatan dalam Menghitung PPh Badan

Setiap perusahaan tentu memiliki ketentuan sendiri dalam memberikan berbagai benefit bagi karyawannya, salah satunya melalui pemberian natura. Natura atau kenikmatan (fringe benefit) merupakan imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, maupun keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Berikut merupakan ketentuan pajak atas biaya natura/kenikmatan setelah berlakunya UU HPP.

Ketentuan Natura/Kenikmatan Pasca UU HPP

UU HPP mengubah ketentuan dasar mengenai natura atau kenikmatan. Merujuk Pasal 4 ayat 1 huruf a UU PPh, natura atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek pajak. Selaras dengan perubahan tersebut, pada Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh, biaya natura atau kenikmatan merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

Meskipun begitu, pemerintah tetap memberikan pengecualian terhadap beberapa jenis natura yang bukan merupakan objek pajak penghasilan. Terdapat lima jenis natura yang bukan merupakan objek pajak namun tetap dapat dibiayakan, yaitu:

  1. makanan/minuman, dan bahan makanan/minuman bagi seluruh pegawai;
  2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
  3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
  4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD, dan/atau APB Desa; dan
  5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Apakah Natura/Kenikmatan Boleh Dibiayakan?

Sesuai ketentuan UU PPh, biaya natura/kenikmatan boleh dibiayakan atau merupakan deductible expense dalam menghitung PPh Badan.

Perlu dipahami bahwa meskipun natura/kenikmatan adalah objek pajak atau bersifat taxable, tidak secara otomatis biayanya dapat dibebankan secara fiskal atau deductible. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, natura/kenikmatan tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak (biaya 3M).

Dari ketentuan tersebut, natura/kenikmatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha dan biaya 3M tidak dilakukan koreksi fiskal dalam menghitung PPh Badan.

Jika natura/kenikmatan tidak berhubungan dengan kegiatan usaha atau berhubungan dengan biaya 3M untuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian, biaya natura/kenikmatan yang tidak berhubungan dengan usaha harus dilakukan koreksi fiskal.

Pembebanan natura, sesuai PP 55 Tahun 2022, dapat dilakukan mulai tahun 2022.

Untuk membebankan biaya natura/kenikmatan, Wajib Pajak perlu mengelompokkan natura/kenikmatan sesuai masa manfaatnya. Pengeluaran untuk biaya kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dibebankan melalui penyusutan/amortisasi. Pengeluaran untuk biaya natura atau kenikmatan yang memiliki masa manfaat ≤1 tahun dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.

Kewajiban Pelaporan Biaya Natura/Kenikmatan pada SPT Tahunan

Pelaksanaan pajak natura diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 (PMK 66/2023). Pada Pasal 2 ayat (6) PMK 66/2023, disebutkan bahwa pemberi penghasilan wajib melaporkan biaya natura/kenikmatan dalam SPT Tahunan. Selain besaran biaya natura, laporan juga harus memuat siapa saja pihak yang menerima natura tersebut. Laporan disampaikan sebagai lampiran SPT Tahunan. Namun, dalam PMK 66/2023, belum terdapat bentuk/format laporan terkait imbalan natura/kenikmatan.